Cara pembagian harta warisan adalah informasi yang masih jarang diketahui oleh sebagian masyarakat karena tidak banyak sumber yang membagikan informasi mengenai pembagian warisan tersebut. Selain itu, sistem pewarisan juga masih tabu untuk dibicarakan di kalangan masyarakat.
Padahal, setiap manusia tidak akan terlepas dari seluk beluk warisan. Namun, yang disayangkan adalah sistem pembagian warisan untuk setiap ahli waris belum banyak yang memahami. Oleh karena itu, simak terus informasi tentang pembagian harta warisan di artikel ini.
Dalam hukum perdata, sistem pewarisan tidak mengenal istilah harta asal, harta perkawinan, atau harta gono gini. Hal ini karena di dalam Burgerlijk Wetboek menyatakan bahwa harta dari siapapun, baik itu suami atau istri tetap menjadi harta persatuan yang bulat dan utuh.
Hal ini dapat dikecualikan jika suami dan istri sebelum menikah membuat perjanjian yang berisi tentang pemisahan hak milik harta dalam pernikahan.
Harta warisan menurut hukum perdata mempunyai sistem pembagian yang tetap, sehingga pembagiannya menjadi hal yang konstan. Dikarenakan tidak mengenal harta asal, maka seluruh harta yang terdapat di dalam pernikahan akan dibagi dua terlebih dulu untuk suami atau istri yang paling tua.
Namun, jika istri atau suami berasal dari perkawinan yang kedua, maka mereka dapat memperoleh 1/4 bagian dari harta dan tidak diperbolehkan melebihi bagian milik anak terkecil.
Anak di luar perkawinan pun juga berhak memperoleh bagian yang tentunya tidak sama dengan anak sah. Maksud dari anak luar kawin yaitu anak yang berasal dari pernikahan kedua orang tuanya yang bercerai. Anak luar kawin akan memperoleh 1/3 bagian dari harta warisan.
Hukum waris perdata diatur dalam Pasal 830 KUHPerdata atau disebut juga dengan hukum waris perdata barat. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa sistem pembagian harta warisan baru dapat dilakukan usai terjadi kematian.
Jadi, apabila pemilik harta masih hidup, maka harta yang dimilikinya tidak bisa dipindahkan melalui pengesahan prosedur maupun ketentuan waris.
Dalam pasal 832 dijelaskan bahwa orang-orang yang berhak menjadi ahli waris terdiri dari golongan I sampai golongan V. Adapun penjelasan mengenai jenis-jenis golongan tersebut di antaranya sebagai berikut:
Golongan I adalah keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yakni istri atau suami yang ditinggalkan, anak-anak, serta keturunan beserta istri atau suami yang hidup lebih lama.
Golongan II adalah keluarga yang terdapat pada garis lurus ke atas, yakni orang tua, saudara, serta keturunannya.
Golongan III merupakan keluarga yang terdiri dari kakek, nenek, maupun leluhur.
Golongan IV merupakan keluarga yang terdapat pada garis ke samping dan juga leluhur.
Golongan V ialah keluarga yang terdapat pada garis ke samping serta keluarga lainnya sampai batas derajat keenam.
Meskipun demikian, masih ada ketentuan lain yang menjadikan pihak tertentu dicoret atau dinyatakan sebagai ahli waris. Sehingga, diperlukan konsultasi dengan ahlinya untuk memperoleh informasi yang valid, misalnya kepada notaris atau pengacara.
Dalam pembagian harta warisan, ada beberapa di antara mereka yang memang ditunjuk oleh undang-undang, misalnya seperti suami, istri, anak, kakek, nenek, atau yang lainnya. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Golongan I sampai Golongan V.
Hak warisan ini disebut juga dengan ab intestato. Pihak yang diamanatkan secara khusus sebagai ahli waris umumnya disebutkan di dalam surat wasiat. Surat ini tetap harus disahkan oleh notaris sebagai pihak yang berwenang. Adapun hak pengesahan ini disebut juga dengan testamenter.
Anak yang masih ada di dalam kandungan dan belum dilahirkan, maka statusnya juga bisa disahkan secara langsung sebagai ahli waris apabila diperlukan. Hak ahli waris ini semakin diperkuat dengan adanya ketentuan dalam Pasal 2 KUHPerdata.
Sedangkan Pasal 838 KUHPerdata menegaskan bahwa pihak-pihak yang dapat dicoret sebagai ahli waris jika melakukan tindakan kriminal. Beberapa tindakan kriminal tersebut yakni seperti berikut.
Setiap ahli waris yang namanya tercantum dalam surat wasiat memiliki hal-hal tertentu. Namun, pastinya pembagian harta ini harus dilakukan secara adil dan disaksikan oleh saksi yang terpecah. Lalu, bagaimana cara pembagian harta warisan yang tepat? Berikut adalah penjelasan lengkapnya
Namun, jika Golongan I dan II sudah tidak ada, maka Golongan III berhak memperoleh warisan tersebut.
Setiap ahli waris juga memiliki hak-hak tertentu yang perlu dipahami. Jadi, jika keberadaan ahli waris sudah bisa dipastikan atau disahkan, maka hak-hak bagi para ahli waris tersebut akan muncul. Adapun berbagai hak ahli waris yakni sebagai berikut:
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa cara pembagian harta warisan menurut hukum perdata sangat adil dan telah sesuai dengan porsi wajarnya. Cara pembagian harta ini bisa diterapkan oleh masyarakat dari berbagai agama, sehingga sifatnya lebih universal.