Dalam setiap budaya di Indonesia, prosesi kematian bukan hanya menjadi momen perpisahan, tetapi juga berhubungan dengan nilai-nilai spiritual dan tradisi leluhur. Jawa Timur sendiri dikenal sebagai daerah yang kaya akan adat istiadat unik. Salah satunya adalah upacara Brobosan dengan makna simbolis yang mendalam.
Upacara ini menjadi momen yang cukup sakral, di mana anggota keluarga akan melakukan prosesi khusus sebelum jenazah dimakamkan. Tradisi ini dinilai mampu mencerminkan rasa hormat, kasih sayang, dan ikatan emosional keluarga beserta almarhum. Lantas, bagaimana prosesi lengkapnya? Simak pada penjelasan berikut!
Secara harfiah, Brobosan merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan ketika jenazah akan diberangkatkan ke tempat peristirahatan terakhir. Istilah ini didapuk dari kata bahasa Jawa brobos yang diartikan sebagai menerobos atau melewati.
Tradisi ini dilakukan berdasarkan kepercayaan Jawa, berbunyi “mikul dhuwur mendhem jero”. Artinya adalah menjunjung tinggi dan mengenang jasa dari orang yang telah meninggal. Prosesnya sendiri ditandai dengan anggota keluarga yang melewati bagian bawah peti atau keranda, dari bagian kaki ke kepala sebanyak 3-7 kali.
Bukan hanya sekedar formalitas, tindakan tersebut melambangkan bentuk penghormatan terakhir, pemutusan ikatan batin, serta pelepasan emosional supaya tidak ada kesedihan dan beban yang tertinggal.
Pelaksanaan upacara pemakaman ini tidak dilakukan di sembarang waktu, melainkan ada aturan khusus yang harus diperhatikan. Upacara ini dilakukan menjelang pemberangkatan jenazah menuju pemakaman.
Sebelum jenazah diangkat oleh pembawa peti atau keranda, prosesi akan dimulai oleh keluarga inti. Tak jarang, suasana tersebut menghadirkan momen haru dan paling emosional sebelum mengantarkan jenazah ke liang lahat.
Berikut beberapa aturan dan batasan tradisi yang perlu diperhatikan:
Prosesi ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kesakralan. Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaannya:
Peti atau keranda jenazah diletakkan melintang di depan pintu atau halaman rumah. Aturan tersebut diberlakukan supaya lebih mudah dilewati dari bawah. Orang yang mengangkat pun dapat memanjatkan doa.
Orang-orang yang diwajibkan untuk melakukan Brobosan haruslah menunduk melewati bagian bawah peti dari arah kaki menuju kepala. Biasanya terdiri dari keluarga, seperti anak dan cucu, urutannya dimulai dari anggota keluarga paling tua. Hal tersebut dilakukan secara perlahan dengan penuh hormat.
Tradisi ini dilakukan sebanyak tiga sampai tujuh kali secara berturut-turut sebagai simbol pemutusan ikatan secara utuh. Lahiriah, batiniah, dan spiritual. Selama proses berlangsung, biasanya keluarga diperkenankan untuk memanjatkan doa supaya almarhum diampuni dosa-dosanya dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan.
Dalam tradisi Jawa Timur, upacara pemakaman ini memiliki beberapa tujuan dan mencerminkan filosofi hidup yang penting. Berikut penjelasannya:
Berdasarkan budaya Jawa, anak yang melakukan tradisi ini untuk para leluhur yang meninggal adalah simbol bakti terakhir. Singkatnya, ini adalah bentuk penghormatan mendalam, sekaligus lambang kesetiaan terhadap jasa mereka.
Ini sejalan dengan nilai-nilai Jawa tentang pentingnya menghormati orang tua sebagai bagian dari tatanan sosial serta spiritual. Oleh karena itu, urutan melakukannya adalah dari anak tertua ke termuda.
Tujuan lain adalah melestarikan tradisi dan menjaga nilai-nilai leluhur. Mempertahankan tradisi seperti upacara Brobosan dianggap sebagai menjaga jati diri budaya dan kekeluargaan. Peringatan kematian bukan sebatas ritual sakral, namun menjadi momen kebersamaan yang menyatukan keluarga besar.
Dengan berkumpul dan menjalani prosesi bersama, tercipta ruang untuk memperkuat silaturahmi antar generasi sekaligus mengenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Tradisi ini juga akan menjadi sumber penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Upacara ini sudah pasti memiliki tujuan untuk menandai perpisahan secara lahir dan batin, antara hidup dan wafat. Dalam budaya Jawa, kematian bukanlah akhir, tetapi sebagai fase peralihan menuju alam berikutnya. Oleh karena itu, proses perpisahan tidak hanya bersifat jasmani, tetapi juga emosional dan spiritual.
Berikut beberapa maknanya yang perlu Anda pahami:
Melewati peti atau keranda jenazah bukanlah tindakan tanpa makna. Tindakan tersebut dianggap cerminan atau simbol keikhlasan dalam melepaskan kerabat atau keluarga yang meninggal. Dalam budaya Jawa sendiri, perpisahan tak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga secara batin.
Karena itu, upacara ini menjadi simbol bahwa keluarga rela melepaskan ikatan emosional yang pernah ada. Selain itu, proses ini juga dianggap sebagai bentuk restu kepada almarhum supaya bisa berpulang dengan tenang, tanpa beban, dan terlepas dari ikatan duniawi yang menghambat perjalanannya.
Brobosan juga merupakan bentuk atau ekspresi penghormatan dan harapan keselamatan pada orang tua atau leluhur yang sudah lebih dulu tiada. Masyarakat juga percaya bahwa tradisi ini akan membawa berkah atau tuah dari orang yang meninggal.
Berkah yang diyakini berupa umur panjang dari orang yang sudah meninggal agar menurun pada keluarga yang masih hidup. Serta ilmu pengetahuan dari mendiang yang berilmu tinggi agar menurun pada keluarga.
Mengatur prosesi pemakaman secara lengkap, terutama dengan tradisi Brobosan bisa sangat melelahkan di dalam suasana duka. Oleh karena itu, Kamboja hadir sebagai solusi untuk membantu keluarga yang menjalani masa sulit ini dapat tetap fokus tanpa harus khawatir tentang teknis pemakaman.
Sebab, Kamboja menyediakan layanan jasa pengurusan jenazah lengkap, profesional, dan menghormati adat istiadat yang berlaku. Mulai dari penjemputan, pengurusan dokumen, hingga pelaksanaan tradisi akan dilakukan dengan penuh ketulusan dan hormat.
Selain itu, Kamboja juga menawarkan jasa pemakaman terpadu untuk memastikan seluruh proses berjalan lancar, tertib, dan sesuai harapan keluarga. Lewat dukungan tim profesional, Anda dapat fokus menjalani masa berkabung dan memberikan penghormatan terakhir dengan tenang dan layak pada orang tersayang.