Sesuai dengan namanya, formalin mayat merupakan zat pengawet yang digunakan untuk mengawetkan mayat. Formalin yang berbahan dasar senyawa formaldehida ditemukan pertama kali oleh Alexander Mikhailovich Butlerov, seorang ahli kimia yang berasal dari Rusia.
Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai hal mengenai pengawet mayat, mulai dari apa itu formalin untuk pengawetan mayat, sejarah pengawetan mayat, serta pandangan islam tentang mengawetkan jenazah.
Formalin merupakan zat kimia yang memiliki bau menusuk dan digunakan sebagai zat untuk mengawetkan mayat atau jenazah. Menurut Zulham (2009), tujuan dari mengawetkan mayat ini ialah agar mayat tetap berada dalam kondisi baik dan tidak mengalami pembusukan.
Menurut Atmadja (2002), mengawetkan mayat akan berlangsung sangat efektif jika menggunakan formalin, tetapi zat yang satu ini memiliki bau yang menyengat hingga dapat menyebabkan iritasi pada saluran nafas, mual, hingga radang selaput mata bagi siapa saja yang menghirupnya.
Perlu Anda ketahui bahwa formalin ini masuk dalam zat kimia organik yang berbahaya. Menurut Eells, dkk (1981), formalin memiliki sifat yang reaktif dan mudah menguap apabila berada di suhu ruang. Walaupun begitu, saat ini telah ada bahan formalin baru yang memiliki bau yang tidak menyengat.
Hal tersebut berdasarkan penelitian oleh Turan dkk (2016) yang berhasil menemukan bahan pengawet mayat baru tanpa menimbulkan bau menyengat. Bahan pengawet tersebut terdiri dari campuran etanol, sabun cair, dan asam sitrat.
Berikut beberapa rentetan sejarah pengawetan mayat hingga ditemukannya bahan pengawet yang efektif.
Jauh sebelum formalin ada, kegiatan mengawetkan mayat telah ada sejak zaman dahulu. Mesir menjadi negara yang pertama melakukan pengawetan mayat ini pada tahun 3.200 SM (Sebelum Masehi).
Pengawetan mayat ini dilakukan karena kompleksnya pemakaman di awal tahun 5.000–6.000 SM. Di tahun tersebut, populasi manusia meningkat dan manusia yang meninggal menumpuk dengan dekomposisi yang minim.
Mayat yang telah diawetkan akan dikenal sebagai mumi. Namun, proses mayat menjadi mumi tidak menggunakan formalin, tetapi dengan proses desikasi atau proses mengeringkan tubuh dengan panas atau dingin.
Metode lainnya untuk mengawetkan mayat tersebut ialah dengan bahan-bahan alam, seperti resin. Menurut salah satu temuan cadaver yang ada di Royal Cemetery of Ur yang berasal dari tahun 2.500 SM, metode mengawetkan mayat tersebut menggunakan panas dan merkuri.
Negara lain yang juga melakukan pengawetan mayat ini di antaranya, Persia, Etiopia, Spanyol, Tiongkok, dan Yunani. Tentunya proses pengawetan mayat tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda-beda.
Kemudian di tahun-tahun berikutnya, sosok yang pertama kali menemukan formalin ialah seorang ahli kimia dari Rusia yang bernama Alexander Mikhailovich Butlerov pada tahun 1859. Butlerov menemukan senyawa formaldehida secara tidak sengaja ketika tengah meneliti struktur komponen organik tertentu.
Formaldehida di alam tersedia dalam bentuk gas yang asalnya dari pembakaran-pembakaran materi karbon yang tidak sempurna, seperti asap yang berasal dari kebakaran hutan, asap knalpot kendaraan bermotor, hingga asap rokok.
Sayangnya Butlerov tidak memiliki alat yang memadai, sehingga ia tidak mampu mengolah temuannya tersebut. Kemudian pada tahun 1869 barulah ahli kimia lainnya yang berasal dari Jerman bernama August Wilhelm von Hofmann mengajukan penggunaan formalin yang terbukti efektif.
Namun, hingga tahun 1898, para ahli yang berasal dari sekolah kedokteran masih saja mendebatkan konsentrasi efektif dari formalin. Sebagian ahli yakin konsentrasi formalin cukup sebanyak 3 persen saja, tetapi sebagian lainnya lagi mengatakan bahwa konsentrasi formalin harus mencapai 10 persen.
Di tahun-tahun berikutnya, penggunaan formalin ini masih terus berkembang dengan mencampur formalin dengan bahan lainnya untuk meminimalisir efek negatif yang ada pada kandungan formalin.
Pada tahun 1961, seorang ilmuan bernama Erskine menambahkan beberapa formula seperti gliserol, febol, sodium arsenate, asam salisilat, dan 6-chloroethyl untuk menambahkan efek anti jamur pada formalin mayat.
Kegiatan mengawetkan mayat masih menjadi pro dan kontra di antara masyarakat luas. Beberapa masyarakat, utamanya yang beragama Islam, masih berpandangan bahwa seseorang yang telah meninggal harus segera dimakamkan.
Kenyataannya, kerap kali mayat yang diawetkan merupakan mayat yang tempat meninggalnya jauh dari kampung halaman, sehingga membutuhkan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan. Lalu bagaimana menurut pandangan Islam mengenai pengawetan mayat ini?
Mengawetkan mayat menurut Islam hukumnya boleh. Namun, perlu Anda ketahui bahwa mengawetkan mayat ini sunnah menggunakan kapur barus atau minyak khusus untuk mayat yang mengandung kapur barus, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan agar mayat dapat bertahan lama dan tidak rusak.
Hal tersebut sesuai dengan isi dari kitab Mughni al-Muhtaj juz 4 halaman 229. Kemudian menurut Fatawa Al-Azhar 8/46, mengawetkan mayat juga boleh menggunakan bahan kimia, asal dosis pakainya sesuai untuk tujuan agar mayat tidak cepat membusuk.
Hukum pengawetan mayat untuk penelitian juga boleh asal dengan beberapa ketentuan, seperti untuk pengembangan ilmu, mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar, dan media penelitian hanya dapat melakukannya dengan media manusia.
Kemudian, mayat memiliki hak-hak yang harus terpenuhi, seperti memandikan, mengkafani, dan menyolatkan. Mayat yang telah awet dan telah selesai dijadikan sebagai objek penelitian harus segera dimakamkan sesuai dengan syariat.
Pada dasarnya setiap orang harus memenuhi hal dari orang meninggal, salah satunya ialah untuk melakukan pemakaman segera. Oleh sebab itu, pengawetan mayat yang tidak dengan alasan benar, maka haram untuk melakukannya.
Formalin mayat merupakan zat yang berguna untuk mengawetkan mayat. Dalam Islam, hukum mengawetkan mayat ini boleh asalkan memiliki alasan yang benar secara syariat.
Dalam melakukan pengawetan mayat juga tetap mengikuti prosedur pemulasaran jenazah, seperti membersihkan, memandikan, hingga menyolatkan mayat (apabila mayat beragama Islam). Pilih jasa perawatan jenazah yang menawarkan layanan merawat mayat mulai dari tahap awal hingga akhir dari Kamboja.
Kamboja menerima layanan perawatan jenazah yang beragama muslim maupun non-muslim dengan pemandu jenazah profesional, layanan full 24 jam, hingga transparansi biaya. Tunggu apa lagi? hubungi kontak Kamboja sekarang!