Berpulangnya salah satu sanak keluarga sudah tentu membawa kesedihan untuk orang di sekitarnya. Keluarga kemudian membuat acara pemakaman yang penuh makna untuk melepas kepergian mereka.

Di Indonesia, setiap suku, agama, dan daerah memiliki ragam keunikan dalam penyelenggaraan upacara pemakaman. Satu di antaranya adalah rangkaian yang ada pada pemakaman agama Buddha.

Prosesi tata cara pemakaman agama Buddha sangat kental akan kepercayaan leluhur. Oleh sebab itu, upacara prosesinya sudah tentu akan berbeda dengan pemakaman di Indonesia pada umumnya yang biasanya jauh lebih simpel dan ringkas. Umumnya pada saat ini apabila ada salah satu keluarga penganut Agama Buddha meninggal, maka beginilah kira-kira prosesinya:

Rangkaian Persiapan Pemakaman dalam Agama Buddha

Jenazah almarhum/ah penganut Agama Buddha dimandikan menggunakan kembang 5 rupa, arak putih, dan didandani mengenakan pakaian terbaik lengkap dengan sepatu yang dimilikinya semasa hidup.

Kemudian jenazah akan ditutupi mengenakan selimut berwarna merah jika yang bersangkutan berusia mencapai 80 tahun. Usia di bawah itu dapat diganti menggunakan selimut berwarna putih, hijau, dan warna lainnya.

Pakaian-pakaian almarhum/ah yang bisa dikenakan semasa hidup juga turut disertakan di dalam peti mati. Ranjang yang biasa digunakan untuk tidur oleh almarhum setiap harinya, harus dibongkar. Bantal, kasur, guling, dan selimut yang biasa dikenakan dijemur di loteng atau halaman rumah.

Di atas jenazah juga disertakan sebuah cermin yang telah dipecahkan, sebagai pertanda bahwa kehidupan mereka di dunia telah berakhir.

Prosesi Tutup Peti

Proses pemakaman Agama Buddha sebelum peti mati almarhum/ah ditutup, suami/istri, anak-anak, dan sanak keluarga beserta famili almarhum/ah mengitari peti sembari bergantian menaburi minyak wangi.

Kemudian anak-anak almarhum/ah berdiri mengitari bagian kepala jenazah untuk memasangkan mutiara pada 7 lubang, 4 indra yang masing masing terdiri dari 2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 2 mata, dan 1 di bawah lidah.

Jika dirasa sulit dan tidak memungkinkan untuk mendapatkan mutiara, maka dapat diganti menggunakan kapas. Adapun tujuan pemasangan mutiara di antaranya adalah:

  • Jika almarhum/ah itu hanya mati suri, maka mutiara atau kapas yang diletakkan di salah satu lubang tadi akan terlepas dengan sendirinya.
  • Disadari atau tidak, setelah kembalinya orang tua ke dimensi yang berbeda, biasanya akan ada rasa curiga, perselisihan, dan pertengkaran antar saudara yang berujung pada sengketa keluarga.
  • Dengan dipasangnya butir mutiara pada 4 indra, maka anak-anak almarhum/ah secara tidak langsung telah berjanji akan menjadi manusia yang lebih bijaksana, sabar, dan toleran serta lebih menyayangi antar sesama saudara sekandung.

Usai pemasangan mutiara selesai anak-anak almarhum/ah pindah posisi menghadap peti mati di bagian kaki. Posisi yang diambil adalah posisi kui sempurna, yang mana dalam posisi tersebut wajah harus menghadap ke lantai.

Posisi yang demikian juga diikuti oleh istri/suami, adik-adik almarhum/ah, dan segenap cucu cicit serta keponakan.

Bilamana almarhum/ah yang meninggal masih memiliki orang tua, alangkah baiknya orang tua tidak mengantar jenazah melalui prosesi ini. Sebab, pada prinsipnya, yang tua tidak diperbolehkan untuk mengantar yang muda.

Prosesi Tutup Peti Mati

Pada saat prosesi pemakaman Agama Buddha peti mati ditutup anak-anak almarhum melakukan kui 2 kali tepat di depan peti mati. Putra sulung memasang paku dengan dipimpin tekong memegang palu. Tekong memegang tangan di putra sulung dan mengucap beberapa kalimat pengiring sembari memukul paku di peti mati. Paku yang dipasang ada sebanyak 4 paku, masing-masing dipukulkan satu kali.

Jika almarhum memiliki sudah memiliki buyut, maka baru bisa dipasang paku yang kelima. Paku kelima tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil dari paku 4 paku sebelumnya. Pada paku pemukulan paku kelima harus disiapkan kain 3 kain merah dan 2 kain putih yang digunting bulat. Tepat di tengah-tengah kain tersebut dimasukkan paku ke lima, dipaku di atas bagian ¾ peti mati, dekat dengan kepala almarhum/ah.

Setelah itu tekong mengeraskan paku, kemudian prosesi diakhiri dengan menuangkan arak sebanyak 3 kali ke lantai. Makna dari penuangan arak ini adalah putra sulung telah menerima limpahan kasih sayang dari almarhum/ah dan berjanji akan menjaga keluarganya sampai akhir hayat.

Prosesi Sembahyang pada Pemakaman Agama Buddha

Putra sulung almarhum/ah menyalakan sepasang lilin berwarna putih dan membakar hio besar bergagang hijau. Kemudian hio tersebut ditancapkan ke hiolo.

Dupa tersebut tidak boleh putus dan harus segera disambung jika hampir habis. Lilin putih hanya digunakan untuk almarhum/ah yang meninggal di usia 70 tahun kebawah.

Sedang untuk jenazah berusia 70 tahun ke atas dan sudah memiliki cucu menggunakan lilin berwarna merah. Kendati demikian, jika keluarga menghendaki penggunaan lilin putih hal tersebut juga tetap diperbolehkan. Sebab dalam tradisi pemakaman Agama Buddha warna putih merupakan sebuah perlambang duka.

Persembahan-Persembahan

Persembahan kue, buah, makanan, dan teh diletakkan di atas meja sembahyang/ altar. Dalam prosesi pemakaman Agama Buddha yang paling utama adalah terdapat daging babi berlapis 3, ikan bandeng, dan ayam utuh yang semuanya dimasak dengan cara direbus.

Babi dalam perhelatan tersebut melambangkan seorang laki-laki atau ayah yang harus bekerja keras menghidupi keluarganya. Sedang ikan melambangkan seorang perempuan atau ibu yang bertugas mendidik dan merawat anak-anaknya.

Sementara Ayam, melambangkan anak-anak yang diharapkan suatu ketika nanti dapat terbang melintasi pagar pembatasnya. Sedangkan kue-kue yang diberikan adalah kue yang berwarna ceria dan memiliki rasa manis dan tidak disarankan yang mengandung ketan. Adapun kue yang disajikan biasanya adalah kue lapis, bugis, mangkok, dan kue pisang.

Buah-buahan yang disajikan juga tidak boleh buah-buahan yang berduri. Jumlahnya macam, misalnya apel, pisang, nanas yang dikupas tajamnya, dan jeruk.

Cara Berpakaian

Untuk anggota keluarga yang ditinggalkan, biasanya menggunakan pakaian toaha yang terbuat dari kain blacu putih dan ikat kepala berwarna senada.

Cara berpakaiannya pun terbalik, jadi yang bagian luar ditaruh dalam dan bagian dalam ditaruh luar. Usai upacara prosesi pemakaman Agama Buddha selesai, pakaian yang dikenakan tersebut dibakar.

Pemasangan Lampu Ten Lung dan Lampu Minyak

Di bagian pinggir atas kiri dan kanan pintu masuk ke ruang duka, biasanya dipasang mampu Ten Lung berwarna putih yang bertuliskan usia dan marga almarhum. Di pintu masuk dipasang kain berwarna putih. Hal tersebut merupakan tanda jika di ruangan tersebut sedang berduka cita.

Selain itu, di samping kiri peti juga dihamparkan selembar tidak di lantai. Pada tidak tersebut diletakkan lampu minyak yang menyala kecil dan disediakan sebuah tempat pembakaran kertas perak yang diletakkan di dekat peti, di bagian kepala jenazah.

Demikian informasi seputar tata cara pemakaman Agama Buddha yang dapat disampaikan. Karena banyaknya prosesi yang erat kaitannya dengan pengeluaran, sebagian penganut Agama Buddha juga telah menyiapkan asuransi pemakaman jauh hari sebelum mereka meninggal. Hal ini bukan untuk mendoakan agar cepat meninggal, tetapi lebih kepada meringankan beban mereka yang ditinggalkan.

Kamboja memberikan jasa pemakaman untuk meringankan beban anda sehingga anda bisa fokus dalam ikatan emosional keluarga anda dikala mengalami kedukaan.

Disclaimer: Kamboja tidak dapat menjamin kebenaran atau keakuratan data, tips maupun informasi yang tercantum di dalam artikel diatas. Mohon hubungi pihak terkait atau pun instansi yang berwenang jika anda memerlukan bantuan medis maupun administratif.

Artikel Lainnya

Meninggal karena Depresi, Ini 9 Langkah untuk Mencegahnya

permalink

SUDEP, Penyakit Epilepsi Menyebabkan Kematian Tak Terduga

permalink

Segala kebutuhan mereka
di saat kita telah tiada

Proses pemakaman merupakan sebuah beban yang kadang tidak terpikirkan. Dapatkan kemudahan bersama kami.
Proteksi Pemakaman Jasa Pemakaman
Rated Excellent 4.9/5.0