Orang yang berhak memandikan jenazah biasanya adalah pihak keluarga serta orang-orang yang memang sudah memenuhi syarat tertentu. Namun, ada juga orang yang boleh memandikan jenazah dengan kondisi tertentu. Siapa sajakah mereka?
Hukum mengurus jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah. Itulah sebabnya, tata cara memandikan jenazah harus sesuai dengan sunnah. Lantas, siapa saja yang berhak memandikan jenazah?
Menurut Mazhab Hambali dalam buku “Fiqih Islam wa Adillatuhu” ciptaan Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili, jika akan memandikan jenazah harus sudah memenuhi beberapa syarat terlebih dahulu. Mulai dari yang beragama Islam, membaca niat memandikan jenazah, memiliki akal yang sehat, hingga bisa dipercaya.
Syarat memandikan jenazah ini bahkan sudah tertulis di dalam hadits, yang mana Rasulullah SAW bersabda:
لِيَغْسِلْ مَوْتَاكُمْ الْمَأْمُوْنُوْنَ
Artinya adalah:
“Hendaklah jenazah-jenazah kalian dimandikan oleh orang yang bisa dipercaya.” (HR. Ibnu Majah).
Orang yang boleh memandikan jenazah laki-laki adalah laki-laki yang masih memiliki hubungan keluarga. Maupun laki-laki yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan, istri, atau muhrimnya sendiri.
Berbeda lagi dengan jenazah perempuan. Di mana orang yang berhak memandikannya adalah suaminya sendiri. Perempuan lain yang masih memiliki hubungan kekeluargaan juga boleh memandikan. Atau yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan atau bahkan muhrimnya.
Ketentuan paling pokok dalam memandikan jenazah adalah orang yang memiliki pengalaman dan kemampuan untuk melakukannya. Namun, selain itu masih ada orang-orang yang boleh untuk ikut serta memandikan jenazah. Berikut penjelasannya:
Dikatakan menurut hadits Aisyah RA, bahwa:
“Suatu ketika Rasulullah pernah menemuiku sepulang dari mengurus jenazah di tanah Baqi’. Saat itu, aku merasa pusing, lalu aku berkata, ‘Wa ra’saah!!’ (ungkapan untuk rasa sakit kepala).
Lantas, Rasulullah pun bersabda ‘apa yang kamu keluhkan? Jika engkau meninggal dunia sebelumku, niscaya aku akan memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkanmu’.” (HR. Ahmad 6/288, Ibnu Majah Nomor 1465, Ad Darimi 1/37 dan lainnya).
Dalam HR. Al Baihaqi 3/396, Ad Daruquthni 2/79 dan Asy Syafi'i 1/361 dijelaskan bahwa Ali bin Abi Thalib RA juga memandikan jenazah istrinya, yakni Fathimah RA. Jadi, berdasarkan keterangan tersebut, maka seorang suami berhak untuk memandikan jenazah istrinya sendiri.
Seorang istri juga memiliki hak yang sama untuk memandikan jenazah suaminya. Hal ini bahkan sudah dijelaskan dalam hadits.
Dimana Aisyah RA berkata, “seandainya aku tahu apa yang akan terjadi kemudian, maka tidak akan memandikan Rasulullah kecuali istri-istrinya.” (HR. Abu Dawud nomor 3141, Al Baihaqi 3/398).
Imam Baihaqi juga mengatakan, bahwa “Aisyah merasa sedih atas hal tersebut, dan tidaklah ia bersedih kecuali karena hal itu memang diperbolehkan.”
Menurut riwayat Hasan RA, dijelaskan bahwa “Tidak apa-apa wanita memandikan anak kecil, jika ia masih disapih dan dengan dilapisi sesuatu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 3/251).
Ibnu Mundzir RA, Ibnu Sirin, dan Imam An Nawawi RA juga mengatakan perihal orang yang berhak memandikan jenazah seperti berikut ini:
“Para ulama sudah sepakat memperbolehkan wanita memandikan anak kecil laki-kali.”
Selain itu, ternyata pihak kerabat juga boleh untuk memandikan jenazah anak laki-laki. Jika tidak ada kerabat, maka bisa mewakilkannya kepada orang yang lebih paham mengurus jenazah.
Jika tidak ada perempuan yang bisa mengurus jenazah atau tidak ada orang yang memiliki pengalaman dalam mengurus jenazah. Maka, tidak ada larangan bagi seorang bapak untuk memandikan jenazah anak perempuannya. Karena bapak itu merupakan mahram bagi jenazah anak perempuan tersebut.
Hal tersebut bahkan sudah diriwayatkan dari Abu Hasyim RA yang berkata, bahwa “Abu Qilabah telah memandikan anak perempuannya.” Ini juga dikemukakan oleh Imam Al Auza’i, Imam Asy Syafi’i, dan Imam Al Auza’i.
Jika jenazah sebelum meninggal berwasiat untuk siapa yang memandikannya. Maka, orang tersebut paling berhak memandikan lebih dari keluarga jenazah itu sendiri.
Orang yang berhak memandikan jenazah selanjutnya adalah orang berilmu. Serta sudah ditunjuk oleh keluarga. Orang-orang tersebut biasanya sudah lebih paham ilmu dan hukum mengurus jenazah.
Orang yang memiliki dendam dengan jenazah atau pernah memiliki riwayat pertikaian meskipun saudaranya sendiri. Maka orang tersebut tidak boleh memandikan jenazah. Orang yang berhubungan baiklah yang boleh.
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam haditsnya yang berbunyi:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَأَدَّى فِيهِ الْأَمَانَةَ وَلَمْ يُفْشِ عَلَيْهِ مَا يَكُونُ مِنْهُ عِنْدَ ذَلِكَ خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ قَالَ لِيَلِهِ أَقْرَبُكُمْ مِنْهُ إِنْ كَانَ يَعْلَمُ فَإِنْ كَانَ لَا يَعْلَمُ فَمَنْ تَرَوْنَ أَنَّ عِنْدَهُ حَظًّا مِنْ وَرَعٍ وَأَمَانَةٍ-احمد
Artinya adalah:
Aisyah RA berkata, “Barangsiapa yang memandikan jenazah, maka ia menunaikan amanat itu, dan ia tidak membuka (rahasianya) kepada orang lain. Apa-apa yang dilihat pada jenazah itu. Yang demikian itu baginya telah keluar (bersih) segala dosanya sebagaimana di waktu dilahirkan ibunya.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Dan hendaklah yang mengaturnya keluarga sendiri yang terdekat jika mereka mengetahui (cara memandikan jenazah), jika tidak bisa, siapa saja yang dipandang berhak karena wara’nya dan dapat dipercaya.” (HR. Ahmad)
Berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah bagi orang yang berhak memandikan jenazah:
Itulah pembahasan tentang siapa saja orang yang berhak memandikan jenazah. Apakah Anda sedang mencari jasa memandikan jenazah? Anda bisa menggunakan jasa pemakaman on demand service Kamboja yang siap melayani pengurusan jenazah hingga pemakaman pada hari kedukaan serta mempunyai asuransi pemakaman yang sangat bermanfaat bagi anda.
Kamboja juga sangat profesional dan memahami tata cara memandikan jenazah dengan baik, hingga tata cara mengurus jenazah. Semuanya akan Kamboja urus secara profesional. Sehingga pihak keluarga tidak akan kerepotan di masa berkabung.